Sistem Listrik

Rabu, 29 Desember 2010



            Konversi energi baik dari energi listrik menjadi energi mekanik (motor) maupun sebaliknya dari energi mekanik menjadi energi listrik (generator) berlangsung melalui medium medan magnet. Energi yang akan diubah dari satu system ke system lainnya, sementara akan tersimpan pada medium medan magnet untuk kemudian dilepaskan menjadi energi system lainnya. Dengan demikian, medan magnet di sini selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan energi juga sekaligus sebagai medium untuk mengkopel perubahan energi.Dengan mengingat hukum kekekalan energi, proses konversi energi elektromekanik dapat dinyatakan sebagai berikut (untuk motor):(Energi Listrik sebagai input) = (Energi Mekanik sebagai output + Energi panas) + (Energi pada medan magnet dan rugi-rugi magnetic)atau dalam persamaan differensial, konversi energi dari elektris ke mekanis adalah sebagai   berikut:
dWE = dWM + dWF
Ini hanya berlaku ketika proses konversi energi sedang berlangsung pada keadaan dinamis yang transient. Untuk keadaan tunak, dimana fluks merupakan harga yang konstan, maka
dWF = 0
dWE = dWM
1.     Subsistem Transmisi
Fungsi dari generator di subsistem pembangkitan hanya sebatas mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. Agar lebih bermanfaat maka energi tersebut harus didistribusikan kepada pelanggan-pelanggan melalui jalur transmisi. Hal ini memungkinkan daya yang dihasilkan pada suatu lokasi pembangkit dapat digunakan setiap saat pada lokasi lain yang berjarak beribu kilometer jauhnya. Pentransmisian energi listrik dalam jumlah yang sangat besar melalui jarak yang sangat jauh paling efisien dilakukan dengan cara meningkatkan tegangan dan mengurangi arus pada saat yang bersamaan. Hal ini perlu untuk memperkecil energi yang hilang menjadi panas di jalur transmisi, selain mengurangi biaya lain yang terkait dengan penurunan arus, seperti konstruksi tower dan biaya konduktor. Untuk meningkatkan tegangan subsistem pembangkitan dengan tegangan menengah ke tegangan transmisi yang bertegangan tinggi digunakan transformator. Transformator dimaksud adalah transformator berjenis stepup.
Ada beberapa pembatas tertentu dalam menggunakan sistem transmisi tegangan-tinggi. Semakin tinggi tegangan yang ditransmisikan maka semakin sulit dan mahal untuk mengisolasi dengan aman antar kawat saluran, juga antara kawat saluran ke tanah. Karena alasan itu pada sistem tegangan-tinggi umunmya dikurangi secara bertahap selama tegangan tersebut menuju ke daerah penggunaan akhir.
Pada sistem interkoneksi Jawa Bali digunakan tegangan transmisi sebesar 150 kV dan 500 kV dan frekuensi 50Hz. Sebagai gambaran PLTA mrica yang menghasilkan tegangan pembangkitan sebesar 13,8 kV tegangannya dinaikkan ke tegangan transmisi 150kV. Dan PLTU Suralaya dengan tegangan pembangkitan sebesar 23 kV tegangannya dinaikkan ke tegangan transmisi sebesar 500 kV.
2.     Subsistem Distribusi

Tenaga yang dihasilkan pembangkit dan telah ditransmisikan belum dapat secara langsung digunakan oleh konsumen. Pada sisi ini tegangan diturunkan dari tegangan trnasmisi 150kV maupun 500kV menjadi tegangan distribusi sebesar 20 kV. Proses penurunan tegangan menggunakan tranformator stepdown. Hal ini dilakukan di Gardu Induk. Selanjutnya tenaga listrik diturunkan kembali dari 20kV menjadi tegangan 380/220 Volt, untuk digunakan di tempat konsumen melalui transformator tiang.
Pada beberapa konsumen industri mungkin saja tidak menggunakan tegangan 380/220 Volt. Disini akan disediakan trasformator khusus untuk pelanggan industri. Hal ini karena beberapa mesin mereka menggunakan teganggan 6000 Volt misalnya Tenaga listrik dibeli dari perusahaan pembangkit listrik, masuk ke rumah-rumah melalui sebuah meteran dan sambungkan ke suatu pusat beban. Pelayanan residensial dapat datang dari trafo tambahan baikk yang terpasang pada pusat beban maupun yang ditanam dalam tanah.
3.     Karakteristik Beban
Sistem tenaga listrik dirancang untuk dapat mengirim energi listrik dengan cara yang efisien dan aman kepada para langganan. Karakteristik dari permintaan energi listrik kadangkala membuat usaha tersebut sulit untuk dipenuhi. Meramalkan pertumbuhan beban dan usaha untuk memenuhi siklus beban harian dan beban tahunan secara memuaskan merupakan dua kesulitan yang harus diatasi.
            Pertumbuhan rata-rata konsumsi listrik di Indonesia pada Pelita II dan Pelita III masing-masing mencapai 14.1% dan 12.7% per tahun. Selama sepuluh tahun itu (1974/75-1983/84) konsumsi listrik total telah meningkat sebanyak tiga kali. Dalam Pelita IV (1983/84-1988/89) pertumbuhan rata-rata pemakaian listrik diperkirakan sekitar 13-15% per tahun. Mengingat untuk membangun suatu pusat pembangkit tenaga listrik diperlukan waktu 8 sampai 10 tahun, maka para perencana sistem harus melihat kemungkinan-kemungkinan perkembangan sistem tenaga 10 sampai 20 tahun ke muka. Hal tersebut diperlukan agar tersedia cukup waktu untuk memperkirakan dan memperbaiki perencanaan dalam perspektif jangka panjang, melalui kombinasi pengkajian kecenderungan masa lalu dan pembuatan ramalan ke masa depan, perencana akan memperkirakan kebutuhan pembangkitan tenaga dan merekomendasikan pembangunan fasilitasnya. Namun demikian, tugas perencana sistem tidak terbatas pada menjamin ketersediaan pembangkitan yang cukup saja, tapi juga harus dapat menentukan:
1. Apakah saluran transmisi yang tersedia beserta pelengkapnya masih cukup mampu
untuk membawa tambahan energi listrik yang diperlukan?
2. Apakah peralatan sistem masih cukup andal untuk melindungi sistem dari keadaan-
keadaan gangguan?
3. Apakah keadaan gejala peralihan (transient) akan menggan2gu operasi normal sistem.
4. Cara operasi yang paling ekonomis untuk bermacam-macam keadaan pembebanan.
            Selain persoalan-persoalan teknik tersebut, harus pula turut diperhatikan permasalahan yang menyangkut dampak lingkungan dan aspek penerimaan masyarakat atas hadirnya fasilitas baru ini. Dengan demikian seorang insinyur tenaga listrik, menghadapi kebutuhan listrik yang kian meningkat. diharapkan dapat melakukan perkiraan-perkiraan dan sekaligus menyelesaikan persoalan yang muncul secara tepat dan terus-menerus. Mengingat teknologi yang tersedia saat ini belum mungkin untuk menyimpan energi listrik secara efisien serta memenuhi persyaratan biaya-manfaat. maka tenaga listrik harus dibangkitkan sebanyak yang diperlukan saja.




4.     Proteksi
            Suatu gangguan atau kegagalan, dalam keadaan bagaimanapun, akan mempengaruhi aliran arus normal pada sistem tenaga. Gangguan-gangguan yang terjadi dapat disebabkan oleh sambaran petir, hubungan singkat karena kejatuhan benda tertentu pada kawat penghantar, rusaknya isolasi, dan lain sebagainya. Gangguan-gangguan tersebut dapat mengakibatkan lonjakan yang berlebihan, aliran arus yang sangat besar, bunga api listrik, dan kegagalan sistem tenaga untuk beroperasi secara keseluruhan. Menjadi tugas insinvur listrik pula untuk merancang sistem proteksi dengan mengatur pemakaian sekering (fuse), pemutus daya (circuit breaker), dan sistem relai yang mampu menemukan gangguan dengan cepat serta memisahkannya segera dari bagian sistem yang lain. Dengan rancangan sistem proteksi yang baik, gangguan-gangguan yang terjadi dapat dilokalisir pada daerah kejadian saja sehingga tidak mengganggu para langganan di daerahlain.















0 komentar:

Posting Komentar

Powered by Blogger | Support by Fazri